Thursday, December 19, 2019

Cerpen Singkat Tentang Persahabatan (Terbaru)

Guruberbahasa.com- Cerita singkat tentang persahabatan

Cinta lalu Persahabatan

Acara televisi sore ini tak satupun membuat aku tertarik. Kalau sudah begini aku bingung entah apa yg harus aku lakukan. Tio bersama Sany kekasihnya, sahabatku Ricky entah kemana? Mall, bioskop ataupun perpustakaan, bukan tempat yg aku suka, apalagi mesti pergi sendirian.

mmm…Pantai.
Ya pantai. kayaknya hanya pantailah, tempat yg mampu membuat aku merasa damai lalu tak aneh lamun aku pergi sendirian.
 
Kuambil jaket, lalu kusamber kunci lalu pergi menuju garasi. Kukendarai mobil mama yg nganggur di sana. Papa lalu mama lagi keluar kota, jadi aku bisa keluar lalu mengendari mobilnya dengan leluasa.
Terik dedar masih menyengat, walaupun waktu sudah menjelang sore. Namun tak membuat manusia-manusia di Ibukota berhenti beraktivitas meskipun di bawah terik matahari yg mampu membakar kulit. Jalan-jalan macet seperti biasanya. Dipenuhi mobil dari merek ternama ataupun yg sudah tak layak dikendarai.
 
Lalu di depan kulihat pemandangan lain lagi. Pedagang kaki lima duduk lesu menunggu pelangannya.
Krisis yg melanda membuat banyak orang hati-hati melakukan pengeluaran, bahkan untuk membeli jajan pasar.Walaupun tak seorang yg menghampirinya, namun dia tetap semangat menyapa orang-orang yg lewat lalu akhirnya ada juga satu pembeli yg menuju arahnya.
Sekilas kulihat orang itu kok mirip sekali dengan Ricky. Kugosok-gosok mataku, menyakinkan pandanganku. Kutepikan mobilku, lalu aku berhenti di tepi jalan itu. Dengan setengah berlari, aku mengejar sosok itu.
 
Ah…kendaraan sore ini banyak sekali, sehingga membuat aku kesulitan untuk menyeberang jalan ini. Tapi akhirnya terkejar juga, dengan nafas tersengal-sengal, kujamah bahunya.
“Ky!” seruku tiba-tiba, sehingga membuatnya terkejut.
“Anda siapa?” tanya Ricky pura-pura tak mengenalku.
“Ky. Sekalipun kamu jadi gembel , aku hendak tetap menggenalmu.” jelasku mendenggus kesal.
“Sudahlah, Sophia, jangan membuat aku terluka lagi.” tukasnya begitu sinis seraya beranjak pergi.
“Ky…Ky…knapa kamu tak pernah mau mendengarkan penjelasanku!” teriakku sekeras-kerasnya. Namun bayangan Ricky semakin menjauh lalu akhirnya tak kelihatan.
 
Ricky, Tio lalu aku adalah sahabat karib dari kecil. Setelah tumbuh besar, aku tetap mengganggap Ricky adalah sahabat terbaikku, tapi Ricky punya rasa berbeda dari persahabatan kami. Yang aku cintai adalah Tio. Ini yg membuat Ricky menjauhiku. Tapi yg Tio cintai bukan aku, tapi Sany, teman sekelasnya.
 
Cinta, sulit di tebak kapan lalu di mana berlabuh!
Banyak orang tak bisa terima, lamun cintanya ditolak, tapi bukankah cinta tak mungkin dipaksa?
 
Tak mendapatkan cinta Tio, tak membuatku menjauh darinya, tapi aku hendak tetap menjadi sahabat baiknya. Walaupun ada sedikit rasa tidak puas, kadang rasa cemburu menganggu hati kecilku, saat kutahu untuk pertama kali, orang yg Tio cintai adalah orang lain.
 
Aku harus bisa menerima keputusannya , walaupun terasa berat . Bukankah, kebahagian kita adalah melihat orang yg kita cintai hidup berbahagia, baik bersama kita alias tidak?
 
Tapi tidak dengan Ricky, dia lebih memilih, meninggalkanku, mengakhiri persahabatan manis kami. Pergi lalu aku tak pernah tahu kabarnya. Tapi apapun yg terjadi, aku hendak selalu berharap suatu saat kami hendak dipertemukan lagi.
 
Karena bagiku, cinta lalu persahabatan adalah dua ikatan yg sama. Ikatan yg tak satupun membuat aku bisa memilih satu diantaranya.
 
Sudah seminggu, setiap hari, aku datang kepersimpangan ini. Berharap bisa melihat sosok Ricky lewat disekitar sini lagi. Tapi, Ricky hilang bagai ditelan bumi. Aku hampir putus asa.
 
Aku sudah capek menunggu, akhirnya aku bangun lalu ingin beranjak pergi. Knapa tiba-tiba, indera keenamku, memberiku insting, kalau Ricky ada di sekitarku.
 
Kubalikan kepala, kulihat sosok Ricky setengah berlari menyeberang jalan di belakang posisiku. Aku berlari menggejar sosok itu. Kuikuti dia dari belakang. Aku pingin tahu dimana dia berada sekarang.
Akhirnya kulihat Ricky, masuk ke sebuah gang kecil, kuikuti terus , sampai akhirnya dia masuk ke sebuah rumah yg sangat sederhana.
 
“Knapa Ricky lebih memilih hidup disini, daripada di rumah megah orangtuanya?”
”Knapa dia, tinggalkan kehidupannya, yg didambakan banyak orang?”
”Knapa semua ini dia lakukan?”
“Knapa?”
Banyak pertanyaan yg tiba-tiba menonjol di kepalaku.
 
Setelah dia masuk kurang lebih 10 menit, aku masih berdiri terpaku dalam lamunanku, dengan pertanyaan-pertanyan yg jawabanya ada dengan Ricky. Aku dikejutkan suara seekor anak anjing jalanan, yg tiba-tiba menggonggong.
 
Aku memberanikan diri memencet bel di depan rumahnya itu.
“Siapa?” terdengar suara dari balik pintu.
 
Aku diam, tak memberi jawaban. Setelah beberapa saat aku lihat Ricky pelan-pelan membuka pintu. Nampak keterkejutannya saat melihatku, berada di depannya.
 
“Ky…boleh aku masuk?” tanyaku hati-hati.
 
“Maukah kamu memberikan sahabatmu ini, segelas air putih.” ujarku lagi.
 
Tanpa bicara, Ricky mengisyaratkan tangannya mempersilahkan aku masuk. Aku masuk keruangan tamu. Aku terpana, kulihat rumah yg tertata rapi. Rumah kecil lalu sederhana ini ditatanya begitu rapi, begitu nyaman. Kulihat serangkai bunga matahari plastik terpajang di sudut ruangan itu.
 
“Ricky, kamu tak pernah lupa, aku adalah penggagum bunga -bunga matahari.” gumanku.
 
Dan sebuah akuarium yg di penuhi ikan berwarna-warni, rumput-rumput dari plastik lalu karang-karang di dalamnya. Ricky tahu betul aku penggagum keindahan pantai lalu laut. Walaupun hal-hal ini dulunya, setahuku, kamu tak menyukainya. Kulihat juga banyak foto persahabatan kami yg di bingkainya dalam bingkai kayu yg sangat indah, terpajang di dinding ruang tamu ini.
 
Bulir-bulir air mataku, perlahan-lahan mulai tak mampu aku bendung. Aku benar-benar terharu dengan semua yg Ricky lakukan. Begitu besar cinta Ricky buatku. Kupeluk dia, yg aku sendiri tak tahu, apakah pelukan ini adalah pelukkan seorang sahabat ataupun sudah berubah menjadi pelukan yg berbeda?
 
Ricky kaget, namun akhirnya dia membalas pelukanku, lalu memelukku lebih erat lagi , seakan-akan ingin menumpahkan segala rindu yg sudah hampir tak terbendung dalam hatinya.
 
Kami menghabiskan sore ini dengan berbagi cerita, pengalaman kami masing-masing selama perpisahan yg hampir 2 tahun lamanya lalu akhirnya Ricky mengajakku makan, ke sebuah restoran kecil yg sering dikunjunginya seorang diri, di dekat rumahnya. Terdengar alunan tembang-tembang romatis , suasana hening, membuat kami terbuai dalam hangatnya suasana malam itu.
 
Sekarang Ricky sudah tahu, Tio sudah bersama Sany. Kami sekarang menjadi 4 sekawan. Sany juga sedia menjadi anggota genk kami.
 
Ternyata setelah aku mengenalnya lebih lama, Sany adalah sosok yg sangat baik hati, menyenangkan, ramah lalu peduli dengan sahabat. Ah…menyesal aku tak mengenalinya lebih dalam sejak dulu.
 
“Ky , biarlah semua berjalan apa adanya, mungkin cinta hendak pelan-pelan menonjol dari hatiku.” ujarku suatu hari, saat Ricky mengungkit masalah ini lagi.
 
“Oke, aku hendak selalu menunggumu. Sampai kapapun. Karena tak hendak ada seorangpun yg mampu membuatku jatuh cinta . Hanya kamu yg mampu membuat aku damai, tenang lalu bahagia.” jelasnya panjang lebar
 
Sekarang aku memiliki tiga orang sahabat baik. Tak hendak ada lagi hari-hariku yg kulalui dengan kesendirian, kesepian lalu kerinduan.
 
Hampir setiap akhir pekan, kami menghabiskan waktu bersama, ke pantai, ke puncak ataupun hanya sekedar berkaroke di rumah sederhana Ricky. Hidup dengan tali persahabatan yg hangat, membuat hidup semakin berarti lalu lebih bahagia.


Waktu berjalan begitu cepat. Tiga tahun sudah berlalu. Kebaikan-kebaikan Ricky mampu membuat aku merasa butuh lalu suka hendak keberadaannya di sampingku. Rasa itu pelan-pelan tumbuh tanpa kusadari dalam hatiku.

Aku jatuh hati padanya setelah melalui banyak peristiwa. Cinta datang, dalam lalu dengan kebersamaan.
Apalagi dengan sikap lalu perbuatan yg ditunjukannya. Membuat aku merasa, tak hendak ada cinta laki-laki lain yg sedalam cinta Riky.

Sekarang Ricky bukan hanya kekasih yg paling aku cintai tapi juga seorang sahabat sejati dalam hidupku.

No comments:

Post a Comment