Monday, December 23, 2019

Majas Hiperbola Dalam Teks Novel Sang Pemimpi

Guruberbahasa.com-Majas Hiperbola dalam Teks Novel Sang Pemimpi

Hiperbola adalah ungkapan kata yg melebih-lebihkan apa yg sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, alias sifatnya. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat gaya bahasa hiperbola, yaitu sebagai berikut. 

1) Kami bertiga baru saja berlari semburat, pontang panting lupa diri karena  dikejar-kejar seorang tokoh paling antagonis (SP, 2). Kalimat tersebut angsal dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena melebihlebihkan  kata “berlari” dengan memanfaatkan kata “pontang-panting” terkesan mereka berlari terbirit-birit tanpa arah.  

2) Di berandanya, dahan-dahan merunduk kuyu menekuni nasib anak-anak nelayan yg terpaksa bekerja (SP, 2-3). Kalimat “dahan-dahan merunduk kuyu menekuni nasib anak-anak nelayan yg terpaksa bekerja”, angsal dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbol karena untuk “dahan yg merunduk kuyu” dirasa berlebihan karena tidak ada dahan yg bisa memahami nasib anak-anak nelayan.  

3) Dangdut india dari kaset yg terlalu sering diputar meliuk-liuk pilu dari pabrik itu (SP, 3). Kalimat tersebut di atas angsal dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena pemutaran kaset apapun tidak ada yg diputar meliuk-liuk, apalagi sampai pilu, jadi kalimat tersebut terlalu melebih-lebihkan. 

4) Pak Mustar merenggut kerah bajuku, menyentakkan dengan keras sehingga seluruh kancing bajuku putus. Kancing-kancing itu berhamburan ke udara, berjatuhan gemerincing. Aku meronta-ronta dalam genggamannya, menggelinjang, bersama terlepas! (SP, 12). Kalimat tersebut angsal dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu lelebihlebihkan.  Seakan-akan Pak Mustar adalah sosok yg sangat kejam sebagai guru dengan menganiaya Ikal sampai meronta-ronta.   

5) Suara Pak Mustar membahana (SP, 13). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena kata “membahana” seakan-akan melebih-lebihkan suara Pak Mustar yg sangat keras.  

6) Kulirik sejenak jejeran panjang tak putus-putus pagar nan ayu, ratusan jumlahnya, berteriak-teriak histeris membelaku, hanya membelaku sendiri, sebagian melonjak-lonjak, yg lainnya membekap dada,…(SP, 13). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan sikap manusia yg berteriak histeris, melonjaklonjak  dengan barisan yg panjang. Kata “ayu” juga seakan-akan melambangkan kecantikan manusia, padahal yg digambarkan adalah barisan panjang bersama rapi.  

7) Wajah kami seketika memerah saat bau amis yg mengendap lama menyeruak (SP, 18). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan ketika mencium bau amis wajahnya berubah memerah.  

8) Terpanaku mengkilat mengancam Arai. (SP, 18). Kalimat tersebut angsal dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebihlebihkan, karena kata “mengkilat” tidak mau bisa mengancam manusia.  



9) Lamunanku terhempas di atas meja batu pualam putih yg panjang. (SP, 21). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena kata “lamunanku” seakan-akan adalah benda hidup yg angsal terhempas di atas meja.  

10) Jantungku berdetak satu per satu mengikuti derap langkah Nyonya Pho mendekati peti. (SP, 22). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola karena kata “jantungku” terlalu membesar-besarkan seperti benda hdup yg angsal mengikuti langkah manusia.

No comments:

Post a Comment