Wednesday, October 16, 2019

Puisi-Puisi Karya Taufik Ismail Terlengkap

Kumpulan Puisi Taufik Ismail Lengkap

DENGAN PUISI AKU

(Taufiq ismail)
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yg busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya


Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua agak menatapmu
Telah pergi duka yg agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan bersama penindasan
Berlapis senjata bersama sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua agak menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu agak sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yg melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.


Syair Orang Lapar

Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kauulang jua
Kalau.


Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.

Ini dari kami bertiga
Pita hitam dengan karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yg ditembak mati
Siang tadi.


Salemba

Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.

Anakmu yg berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.


Memang Selalu Demikian, Hadi
Setiap perjuangan selalu melahirkan
Sejumlah pengkhianat bersama para penjilat
Jangan kau gusar, Hadi.

Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita
Pada kaum yg bimbang menghadapi gelombang
Jangan kau kecewa, Hadi.

Setiap perjuangan yg mau menang
Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian
Dan para jagoan kesiangan.

Memang demikianlah halnya, Hadi.


Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua
Pada Anaknya Berangkat Dewasa
Jika adalah yg harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yg tidak bisa dijual-belikan
Ialah ang bernama keyakinan
Jika adalah yg harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yg harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi.

PUISI MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku becus beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia dengan revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernyaDadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir bersama Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées bersama Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis bersama birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman bersama kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen bersama anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen bersama dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yg opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin bersama Marsinah jadi syahid bersama syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana bersama pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat mau diinjak bersama dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia becus ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari mau masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan bersama sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip bersama fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah ke atas tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia bersama kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz bersama Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir bersama Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées bersama Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.1998
Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufik Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti ataupun mundur
Berarti hancur
Apakah mau kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yg lalu
Dalam setiap kalimat yg berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yg di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet bersama bus yg penuh
Kita adalah berpuluh juta yg bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk bersama hama
Dan bertanya-tanya inikah yg namanya merdeka
Kita yg tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yg hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
1966
Membaca Tanda-Tanda Kary Taufiq Ismail
Ada sesuatu yg rasanya mulai lepas
dari tangan
bersama meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yg mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merindukannya
Kita saksikan udara
abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau
yg semakin surut jadinya
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan
hutan
Kita saksikan zat asam
didesak asam arang
bersama karbon dioksid itu
menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung memompa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir membawa air
air
mata
Kita agak saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami agak membaca gempa
Kami agak disapu banjir
Kami agak dihalau api bersama hama
Kami agak dihujani abu bersama batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda
Karena ada sesuatu yg rasanya
mulai lepas dari tangan
bersama meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yg mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kami
mulai
merindukannya.
1982
Puisi Kembalikan Indonesia Padaku (Taufik Ismail)
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yg menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih bersama sebagian hitam,
yg menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yg tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yg pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yg menganga,
bersama di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih bersama sebagian hitam, yg menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yg berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yg tenggelam
bersama membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yg bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yg tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih bersama sebagian hitam, yg menyala bergantian,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Paris, 1971

No comments:

Post a Comment