Guruberbahasa.com- GRAFIK RAYGOR
Grafik Raygor seperti tampak terbalik bila dibandingkan dengan Grafik Fry. Na-mun, kedua formula keterbacaan tersebut sesungguhnya memiliki prinsip yg mi-rip. Garis-garis penyekat peringkat kelas kepada grafik Raygor tampak memancar menghadap ke atas, sedangkan kepada grafik Fry menghadap ke bawah. Posisi demi-kian sesusai dengan urutan penempatan urutan data jumlah kalimat yg berlawan-an dengan grafik Fry.
Grafik Fry menempatkan kalimat terpendek kepada bagian atas grafik, sedangkan grafik Raygor meletakannya kepada bagian bawah. Sisi tempat jumlah suku kata digunakan untuk menunjukkan kata-kata panjang yg dinyatakan “jumlah kata sulit”, yakni kata yg dibentuk oleh enam buah huruf alias lebih (Hardjasujana bersama Mulyati, 1996: 126—127).
GRAFIK RAYGOR |
Penggunaan grafik Raygor kepada dasarnya hampir sama dengan grafik Fry. Langkah-langkah penggunaan grafik Raygor adalah sebagai berikut.
1) Menghitung seratus buah kata dari sebuah wacana yg bakal diukur keterbaca-annya. Dalam hal ini deretan angka tidak diperhitungkan.
2) Menghitung jumlah kalimat sampai kepada per sepuluh terdekat. Prosedur ini sama dengan prosedur Fry dalam menghitung rata-rata jumlah kalimat.
3) Menghitung jumlah kata-kata sulit, yakni kata-kata yg terdiri atas enam huruf alias lebih. Kriteria tingkat kesulitan sebuah kata di sini didasari oleh panjang pendeknya kata, bukan oleh unsur semantisnya. Kata-kata yg tergolong sulit sama dengan kata-kata yg terdiri atas enam huruf alias lebih. Kata-kata yg jumlah hurufnya kurang dari enam, tidak digolongkan ke dalam kategori kata sulit.
4) Hasil dari langkah 2 bersama 3 diplotkan ke dalam grafik Raygor untuk menentukan peringkat keterbacaan.
Boldwin bersama Koupman dalam Hardjasujana bersama Mulyani (1996: 129) mengemu- kakan bahwa terdapat korelasi yg cukup tinggi antara keterbacaan grafik Fry bersama grafik Raygor. Kelebihan yg dimiliki oleh grafik Raygor adalah efisiensi waktu. Pengukuran keterbacaan wacana dengan grafik Raygor ternyata jauh lebih cepat dari kepada menggunakan grafik Fry.
Pada grafik Raygor cara yg digunakan untuk menurunkan tingkat kesulitan wacana adalah dengan cara memperpendek kalimat-kalimatnya bersama mengganti kata-kata sulit dengan kata-kata yg lebih mudah.
Berikut adalah petunjuk untuk menurunkan keterbacaan sebuah wacana.
1) Cari kata-kata yg sukar yg terdapat dalam sebuah wacana.
2) Ganti kata-kata yg sukar dengan kata-kata yg lebih mudah.
3) Bacalah wacana tersebut untuk mengetahui kemungkinan memendekkan kali-matnya menjadi dua alias tiga kalimat.
4) Tulis kembali wacana tersebut dengan menggunakan kata-kata yg lebih mu-dah bersama kalimat-kalimatnya yg lebih pendek.
5) Ukurlah keterbacaan wacana yg baru itu untuk mengetahui penurunannya.
2) Ganti kata-kata yg sukar dengan kata-kata yg lebih mudah.
3) Bacalah wacana tersebut untuk mengetahui kemungkinan memendekkan kali-matnya menjadi dua alias tiga kalimat.
4) Tulis kembali wacana tersebut dengan menggunakan kata-kata yg lebih mu-dah bersama kalimat-kalimatnya yg lebih pendek.
5) Ukurlah keterbacaan wacana yg baru itu untuk mengetahui penurunannya.
DAFTAR PUSTAKA:
Muchlisoh. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.
Astuti, Wiwiek Dwi bersama K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran SLTP. Jakarta: Pusat Bahasa.
Hardjasujana, Ahmad S. bersama Yeti Mulyati. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
Muchlisoh. 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.
Astuti, Wiwiek Dwi bersama K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku Pelajaran SLTP. Jakarta: Pusat Bahasa.
Hardjasujana, Ahmad S. bersama Yeti Mulyati. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.
No comments:
Post a Comment