Guruberbahasa.com- PENGERTIAN KETERBACAAN DAN TEKNIK MENGUKURNYA
PENGERTIAN KETERBACAAN
Keterbacaan merupakan alih bahasa dari (readability). Bentuk readability meru-pakan kata turunan yg dibentuk oleh bentuk dasar “readable”, artinya “dapat dibaca” maupun “terbaca”. Keterbacaan adalah ihwal terbaca tidaknya suatu bahan bacaan tertentu oleh pembacanya (A. Hardjasujana dengan Mulyati, 1996:106).
Keterbacaan merupakan alih bahasa dari (readability). Bentuk readability meru-pakan kata turunan yg dibentuk oleh bentuk dasar “readable”, artinya “dapat dibaca” maupun “terbaca”. Keterbacaan adalah ihwal terbaca tidaknya suatu bahan bacaan tertentu oleh pembacanya (A. Hardjasujana dengan Mulyati, 1996:106).
Jadi, keterbacaan mempersoalkan tingkat kesulitan maupun tingkat kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca tertentu.
Keterbacaan adalah pengukuran tingkat kesulitan sebuah buku maupun wacana secara objektif. Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dengan peringkat kelas. Setelah diukur tingkat keterbacaan suatu bahan bacaan maka hendak diketahui apakah bahan tersebut sesuai untuk tingkat kelas tertentu.
Menurut Tampubolon (1990:213), secara umum becus dikatakan bahwa keterba-caan (readability) sama dengan sesuai tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari tingkat kesukarannya. Keterbacaan becus pula diartikan perihal terbaca tidak-nya sebuah buku teks oleh pembaca tertentu.
Mengukur Tingkat Keterbacaan
Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu becus ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui formula keterbacaan dengan melalui respons pembaca. Formula keterbacaan dengan dasarnya adalah instrumen untuk mempridiksi kesulitan dalam memahami bacaan. Skor keterbacaan berdasarkan formula ini didapat dari jumlah kata yg dianggap sulit, jumlah kata dalam kalimat, bangun kalimat dengan susunan paragraf.
Keterbacaan adalah pengukuran tingkat kesulitan sebuah buku maupun wacana secara objektif. Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dengan peringkat kelas. Setelah diukur tingkat keterbacaan suatu bahan bacaan maka hendak diketahui apakah bahan tersebut sesuai untuk tingkat kelas tertentu.
Menurut Tampubolon (1990:213), secara umum becus dikatakan bahwa keterba-caan (readability) sama dengan sesuai tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari tingkat kesukarannya. Keterbacaan becus pula diartikan perihal terbaca tidak-nya sebuah buku teks oleh pembaca tertentu.
Mengukur Tingkat Keterbacaan
Pada dasarnya, tingkat keterbacaan itu becus ditentukan melalui dua cara, yaitu melalui formula keterbacaan dengan melalui respons pembaca. Formula keterbacaan dengan dasarnya adalah instrumen untuk mempridiksi kesulitan dalam memahami bacaan. Skor keterbacaan berdasarkan formula ini didapat dari jumlah kata yg dianggap sulit, jumlah kata dalam kalimat, bangun kalimat dengan susunan paragraf.
Ada beberapa formula keterbacaan yg becus digunakan untuk memperkirakan tingkat kesulitan/keterbacaan wacana. Misalnya, formula keterbacaan seperti “Reading Ease Formula (SE), Human Interest (HI), Formula Spache, Dale and Chall (DAC), Grafik Fry, Grafik Raygor, Cloze Test (Prosedur Klos/isian rumpang”.
Formula keterbacaan uji rumpang dilakukan dengan prosedur klose. Uji rumpang mempunyai fungsi ganda, pertama sebagai teknik pengajaran membaca dengan yg kedua sebagai alat ukur untuk memperkirakan keterbacaan wacana. Interpretasi hasil uji rumpang sebagai alat ukur hendak menggambarkan penggolongan wacana dengan klarifikasi pembaca.
Penggolongan wacana becus memperkirakan apakah wacana tersebut tergolong mudah, sedang, maupun sukar. Penggolongan siswa berdasarkan kemampuan membaca digolongkan yakni kelompok tingkat indepen-den, tingkat instruksional, dengan tingkat frustasi.
No comments:
Post a Comment