Sunday, December 1, 2019

Kumpulan Puisi Chairil Anwar Terbaik

Guruberbahasa.com

  Kumpulan puisi chairil Anwar, Puisi Chairil Anwar.

TAK SEPADAN

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak lalu berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros

Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka

Februari 1943

AKU

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka lalu bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan atas akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya

Di air yg tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yg bersama ‘kan merapuh
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yg lincah yg tua-tua keras,
bermata tajam

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka dengan mereka yg berani hidup
Aku suka dengan mereka yg masuk menemu malam

Malam yg berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut

Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.

Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda

Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Kelam lalu angin lalu mempesiang diriku,
Menggigir juga ruang di mana dia yg kuingin,
Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku kalau kau datang lalu aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
Tapi kini hanya tangan yg bergerak lantang
Tubuhku diam lalu sendiri, cerita lalu peristiwa berlalu beku.
RUMAHKU

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak

Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak beroleh jalan

Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini lalu beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yg satu

27 april 1943
DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu kemarau suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau lalu aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh


SAJAK PUTIH

Bersandar dengan tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar lalu melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…

1944

No comments:

Post a Comment