Saturday, November 16, 2019

Unsur-Unsur Bersama Struktur Pembangun Puisi

Guruberbahasa.com/PUISI

Untuk memberikan pengertian yg lebih memadai berikut ini dikemukakan  uraian mengenai unsur-unsur pembangun puisi.  

1) Diksi  

Diksi menurut Sayuti (2002 : 143), merupakan salah satu unsur yg ikut  membangun keberadaan puisi berarti pemilihan kata yg dilakukan oleh penyair  untuk mengekspresikan gagasan lagi perasaan-perasaan yg bergejolak dan  menggejala dalam dirinya. Sayuti (2002:144), mengatakan seringkali pilihan kata- kata yg tepat lagi cermat yg dilakukan penyair dalam mengukuhkan  pengalamannya dalam puisi, membuat kata-kata tersebut terkesan menempel,  tetapi tetap dinamis lagi bergerak serta memberikan kesan yg hidup.   


Diksi adalah bentuk serapan dari kata diction diartikan sebagai choice and  use of words. Oleh Keraf (2006:24), diksi disebut pula pilihan kata. Lebih lanjut  tentang pilihan kata ini, ada dua kesimpulan penting. Pertama, pilihan kata atau  diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai  dengan gagasan yg ingin disampaikan, lagi kemampuan untuk menemukan  bentuk yg sesuai dengan situasi lagi nilai rasa yg dimiliki kelompok  masyarakat pendengar. Kedua, pilihan kata yg tepat lagi sesuai hanya  dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata bahasa itu. 

Diksi ataupun pilihan kata mempunyai peranan penting lagi utama untuk  mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk mencapai diksi  yg baik seorang penulis harus memahami secara lebih baik masalah kata dan  maknanya, harus tahu memperluas lagi mengaktifkan kosa kata, harus mampu  memilih kata yg tepat, kata yg sesuai dengan situasi yg dihadapi, lagi harus  mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan.    

2) Pengimajian  

Untuk memberi gambaran yg jelas, menimbulkan suasana khusus,  membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran lagi penginderaan, untuk  menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental ataupun bayangan visual, penyair  menggunakan gambaran-gambaran angan. Gambaran-gambaran angan, gambaran  pikiran, kesan mental ataupun bayangan visual lagi bahasa yanga menggambarkannya biasa disebut dengan istilah citra ataupun imaji (image). Sedangkan cara membentuk  kesan mental ataupun gambaran sesuatu biasa disebut dengan istilah citraan  (imagery). Hal-hal yg berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut pencitraan  ataupun pengimajian.  

Menurut Sayuti (2002: 168-169), dalam proses penikmatan (membaca atau  mendengarkan), apalagi pemahaman puisi, kesadaran terhadap kehadiran salah  satu unsur puisi yg menyentuh ataupun mengguagah indera seringkali begitu  mengedepan. Pengalaman keinderaan itu juga beroleh disebut sebagai kesan yang  terbentuk dalam rongga imajinasi yg disebabkan oleh sebuah kata ataupun oleh  serangkaian kata. Serangkaian kata yg mampu menggugah pengalaman  keinderaan itu, dalm puisi, disebut citraan (Sayuti 2002 : 170)

Oleh penyair imaji diberi peran untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan  memperkaya pikiran. Imaji yg tepat atas lebih hidup, lebih segar terasakan,  lebih ekonomis, lagi dekat dengan hidup kita sehingga diharapkan pembaca atau  pendengar turut merasakan lagi hidup dalam pengalaman batin penyair. Coombes  (dalam Pradopo 2005: 42-43), mengatakan bahwa dalam tangan seorang penyair  yg baik, imaji itu segar lagi hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk  mengintensifkan, menjernihkan, memperkaya, lagi sebuah imaji yg berhasil  menolong orang merasakan pengalaman penyair terhadap objek lagi situasi yang  dialaminya, memberi gambaran yg setepatnya, hidup, kuat. Menurut  Alternbernd (dalam Pradopo 2005 : 80), citraan beroleh dihasilkan dengan jalan  menampilkan nama-nama, deskripsi-deskripsi, irama-irama, asosiasi intelektual  ataupun beberapa cara di atas tampil bersama-sama.

Citraan merupakan salah satu sarana utama untuk mencapai kepuitisan.  Maksud kepuitisan itu di antaranya merupakan : keaslian ucapan, sifat yg menarik  perhatian, menimbulkan perasaan kuat, membuat sugesti yg jelas, lagi juga sifat  yg menghidupkan pikiran.  Citraan merupakan reproduksi mental dalam ujud pengalaman masa lampau  ataupun kenangan. 

Dalam lapangan kesastraan, terkadang fungsi citraan jauh lebih  penting dari itu karena citraan menampilkan kembali pikiran efek-efek yang  kurang lebih sama dengan apa yg diciptakan oleh rangsangan indera kita.

Citraan menurut Alternbernd (dalam Pradopo 2005: 80), merupakan unsur  yg penting dalam puisi karena dayanya untuk menghadirkan gambaran yang  kongkret, khas, menggugah, lagi mengesankan. Citraan juga beroleh merangsang  imajinasi lagi menggugah pikiran dibalik sentuhan indera serta beroleh pula sebagai  alat interpretasi. Supaya pikiran lagi perasaan tergugah, maka citraan ditampilkan  dalam dua cara yaitu pelukisan (deskripsi) lagi pelambangan (simbol) yang  menemui puncaknya dengan metafora secara implisit. 

Oleh karena di dalam puisi diperlukan kekonkretan gambaran, maka ide-ide  abstrak yg tidak beroleh ditangkap dengan alat-alat keinderaan diberi gambaran  ataupun dihadirkan dalam gambar-gambar inderaan. Diharapkan ide yg semula  abstrak beroleh ditangkap ataupun seolah-olah beroleh dilihat, didengarkan, dicium,  diraba, ataupun dipikirkan.   

Sayuti (2002 : 174-175), menyebutkan bahwa citraan dalam puisi terdiri dari  citra visual yg berhubungan dengan indera penglihatan, citra auditif yang  berhubungan dengan indera pendengaran, citra kinestetik yg berhubungan dengan membuat sesuatu tampak bergerak, citra termal ataupun rabaan yang  berhubungan dengan indera peraba, citra penciuman yg berhubungan dengan  indera penciuman lagi citra pencecapan yg berhubungan dengan indera  pencecapan.   

Untuk lebih jelasnya citraan beroleh dikelompokkan atas tujuh macam saja.  Pertama, citraan penglihatan, yg dihasilkan dengan memberi rangsangan indera  penglihatan sehingga hal-hal yg tidak terlihat seolah-olah kelihatan. Kedua,  citraan pendengaran yg dihasilkan dengan menyebutkan ataupun menguraikan  bunyi suara ataupun berupa onomatope lagi persajakan yg berturut-turut dan  persajakan yg berturut-turut. Ketiga, citraan penciuman. Keempat, citraan  pencecapan. Kelima, citraan rabaan, yakni citra yg berupa rangsangan- rangsangan kepada perasaan ataupun sentuhan, keenam, citraan pikiran/intelektual,  yakni citraan yg dihasilkan oleh asosiasi pikiran. Ketujuh citraan gerak  dihasilkan dengan cara menghidupkan lagi menvisualkan sesuatu hal yang  bergerak menjadi bergerak.  Bermacam-macam citraan tersebut dalam pemakaiannya kadang-kadang  digunakan lebih dari satu cara bersam-sama untuk memperkuat efek kepuitisan.  Berbagai jenis citraan saling erat terjalin dalam menimbulkan efek puitis yang  kuat.     

3) Kata Konkret  

Kata konkret adalah kata-kata yg digunakan oleh penyair untuk  menggambarkan lukisan keadaan ataupun suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Disini kata-kata konkrit dimaksudkan untuk  ,emyaran kepada arti menyeluruh. Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata  konkret merupakan syarat ataupun sebab terjadinya pengimajian.  Waluyo (1987: 81), mengatakan bahwa dengan kata yg diperkonkret,  beroleh membuat seorang pembaca membayangkan secara jelas peristiwa atau  keadaan yg dilukiskan oleh penyair. 

Sebagai contoh dikemukakan oleh Waluyo  (1987: 81) tentang bagaimana penyair melukiskan seorang gadis yg benar-benar  pengemis gembel. Penyair mempergunakan kata-kata; gadis peminta-minta  contoh lainnya, untuk melukiskan dunia pengemis yg penuh kemayaan, penyair  menulis; hidup dari kehidupan angan-angan yg gemerlap / gembira dari  kemayaan ruang. Untuk melukiskan kedukaannya, penyair menulis; bulan diatas  tidak ada yg punya/kotaku hidupnya tak punya tanda. Untuk mengkonkretkan  gambaran jiwa yg penuh dosa digunakan; aku hilang bentuk/remuk.    

4) Bahasa Figuratif  

Bahasa Figuratif oleh Waluyo (1987 : 83), disebut pula sebagai majas.  Bahasa Figuratif beroleh membuat puisi menjadi prismatik, artinya memancarkan  banyak makna ataupun kaya atas makna. Dalam bahasa kiasan, majas yang  mengandung perbandingan yg tersirat sebagai pengganti kata ataupun ungkapan  lain untuk melukiskan kesamaan ataupun kesejajaran makna diantara. Disebutkannya  pula bahwa istilah lain dari kiasan adalah metafora. 

Sementara itu, Rachmat  Djoko Pradopo (2005: 61), dalam bukunya pengkajian puisi menyamakan kiasan  dengan bahasa figuratif (figurative language) lagi memasukkan metafora sebagai salah satu bentuk kiasan. Dalam pembahasan selanjutnya istilah bahasa figuratif  disamakan dengan bahasa kiasan seperti halnya pendapat Pradopo (2005: 61).  Bahasa figuratif dengan dasarnya adalah bentuk penyimpangan dari bahasa  normatif, baik dari segi makna maupun rangkaian katanya, lagi bertujuan untuk  mencapai arti lagi efek tertentu. Pada umumnya, menurut tarigan, bahasa figuratif  digunakan oleh pengarang untuk menghidupkan ataupun lebih mengekspresikan  perasaan yg diungkapkan sebab kata-kata saja belum cukup jelas untuk  menerangkan lukisan tersebut. 

Hal ini sejalan dengan pengertian yg dikemukan  Perrine (dalam Waluyo 1987: 616-617), bahwa bahasa figuratif adalah cara  menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya lagi menyampaikan sikap  penyair, lagi bahasa figuratif adlah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang  hendak disampaikan lagi cara meyampaikan sesuatu yg banyak lagi luas dengan  bahasa yg singkat.

5) Versifikasi   

Versifikasi meliputi ritma, rima, lagi metrum. Ritma kata pungut dari bahasa  inggris rhythm. Secara umum ritma dikenal sebagai irama ataupun wirama, yakni  pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan  teratur. Waluyo (1987 : 90), menyatakan rima adalah pengulangan bunyi puisi  untuk membentuk musikalitas lagi orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu,  puisi menjadi merdu seumpama dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga  mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini pemilahan bunyi-bunyi  mendukung perasaan lagi suasana bunyi. Karena sering bergantung dengan pola  matra, irama dalam persajakan dengan umumnya teratur.

6) Tipografi   

Menurut Sayuti (2002:329), tipografi merupakan aspek bentuk visual puisi  yg berupa tata hubungan lagi tata baris. Dalam puisi, tipografi dipergunakan  untuk mendapatkan bentuk yg menarik supaya indah dipandang mata. Tipografi  merupakan pembeda yg paling awal beroleh dilihat dalam membedakan puisi  dengan prosa fiksi lagi drama. Tipografi merupakan pembeda yg sangat  penting.   Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata ataupun kalimat  membentuk sebuah periodisitet. Namun, dalam puisi tidak demikian halnya.  Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah periodisitet yg disebut bait. 

7) Sarana retorika   

Tiap pengarang mempunyai gaya masing-masing. Hal ini sesuai dengan  sifat lagi kegemaran masing-masing pengarang. Gaya beroleh dikatakan sebagai  “cap” seorang pengarang. Gaya merupakan keistimewaan, kekhasan seorang  pengarang.   Meskipun setiap pengarang mempunyai gaya lagi cara tersendiri, ada juga  sekumpulan bentuk ataupun beberapa macam pola yg biasa dipergunakan oleh  beberapa pengarang. Jenis-jenis bentuk ataupun pola gaya ini disebut sarana retorika  (rhetorical devices).

No comments:

Post a Comment